Pelajaran Hidup dari Malaikat Kecil Sang Pemungut Sampah


Chapter 1
Percikan matahari terbit dari ufuk timur, dedaunan berguguran diterpa angin, deru langkah kaki terdengar bersahutan dari kejauhan, lambat laun nampak sosok anak kecil dengan raut wajah polos berselempangkan karung sedang berjalan menuju tempat penghidupannya (merujuk ke tempat pembuangan sampah).

Tanpa ada rasa keluh kesah yang ada dalam dirinya, dia terus bejalan dengan sesekali bersiul seakan mencoba untuk berbicara dengan alam sekitarnya, tidak jauh dari atas kepalanya tampak beberapa kawanan burung mengiringi layaknya seorang raja yang dikawal prajuritnya, pepohonan pun ikut melambaikan daunnya, dan awanpun tiba-tiba menjadi mendung, entah kenapa seakan semuanya bahu membahu untuk melindunginya. Jejak tapak kakinya yang keras seakan memberi tahu dunia akan ketegarannya dalam menghadapi berbagai macam problematika dunia demi mengejar impian untuk hidup dalam kebebasan dengan sepenuh jiwanya.

Sesampainya di tempat tersebut diambilnya kayu tipis dengan bengkokan besi diujungnya yang kemudian digunakan untuk memilah sampah yang sesuai dengan keinginannya. Dia tampak begitu asyik sesekali bercanda tawa dengan teman seperjuangannya, ia seakan memberi isyarat pada kita bahwa bahagia tidak hanya tentang materi atau semua hasrat dalam hidupnya terpenuhi tapi cukup dengan hidup dalam kebebasan tanpa terikat akan waktu dan beban hidup dalam diri.

Tampak dari jauh terlihat sebuah truk pengangkut sampah manusia yang rakus demi memenuhi nafsu yang ada dalam perutnya sedang mendekatinya, tampak raut wajah sang anak kecil tersebut terlihat begitu berseri karena dengan itu ia bisa mendapatkan lebih banyak lagi sampah yang dicarinya.
***
Sesaat aku sempat terfikir disaat anak seusianya sibuk bermain sana-sini dimanjakan mainan dunia sama orang tuanya, anak ini malah sebaliknya usianya yang sangat belia tapi sudah menjalani hidup layaknya orang dewasa, akupun jadi penasaran kudekati sambil kutawarkan makanan padanya yang tanpa sadar keringatnya berjatuhan membasahi karung yang diselempangkannya.

Tanpa membuang waktu dengan penuh rasa penasaran aku bertanya :

“Adek sedang apa disini ?? ”

“ Anu kak, (sambil menggaruk kepalanya) nyari sampah plastik kak, itung-itung buat makan kak. Hehehe “ tandasnya.

“ Kenapa adek memlih mengerjakan ini ?? “

“ Iya kak, karena menurutku ini adalah satu-satunya cara untuk bisa menyambung hidupku kak “ (dijawabnya dengan nada polos)

“ Tapi kan masih banyak pekerjaan lain yang lebih baik dari ini dek ?? ”

“ Iya sih kak, tapi gimana aku sangat menikmati pekerjaan ini, entah kenapa aku merasa nyaman tanpa ada tekanan kak dan akupun bisa bergaul, bercanda tawa dengan teman-temanku setiap hari tanpa ada rekayasa, walaupun hasilnya cuma cukup untuk beli nasi sih kak tapi aku bersyukur karena Tuhan masih memberiku nikmat sehat, rejeki dan kesempatan untukku dalam menjalani hidup yang lebih baik lagi kak “ jawabnya.

Sontak aku kaget akan jawaban sang anak kecil tersebut, sekilas terfikir betapa mulianya anak ini disaat kondisi ekonominya yang serba pas-pasan tapi ia tetap bisa bersyukur dalam menjalani hidupnya, bagaimana dengan kita ?? kita masih jauh lebih baik kehidupannya dari sang anak tersebut bukan ?? tapi entah kenapa kita selalu mengeluh, tidak pandai bersyukur dan selalu tidak pernah merasa puas akan anugerah Tuhan yang diberikan. (akupun bergumam dalam hatiku)

Ia pun terus melakukan pekerjaan itu, sesekali berhenti hanya sekedar untuk mengurangi rasa lelah yang dideritanya lalu duduk dibawah pohon palem yang dirawat sejak tingginya sepadan dengannya sampai kini pohon tersebut sudah tumbuh besar menjulang tinggi dan sudah bisa dinaunginya.

Saat istirahat itulah aku sempatkan untuk menanyakan tentang keluarganya “ Adek orang tuamu kemana ?? “

Ia pun tiba-tiba menunduk “ Kedua orang tuaku sudah ndak ada kak, ibuku meninggal saat usiaku menginjak 1 tahun sedangkan ayah menyusul 3 tahun sesudahnya akibat penyakit jantung yang dideritanya namun karena terkendala kondisi ekonomi kami yang serba kekurangan dan tidak ada seorangpun yang bisa dimintai pertolongan, penyakitnya semakin parah kak sehingga tepat 7 hari berlalu ayah menghembuskan nafas terakhirnya kak “ (Dijawabnya dengan nada tersedu-sedu, ia bercerita sesekali menangis).

Ku dekati dan kudekapnya “ maafin kakak dek, kakak tidak bermaksud membuatmu sedih, yang sabar yah … semoga Tuhan selalu menjagamu dan bisa memberimu kehidupan yang lebih baik dari sekarang hingga kamu kelak nanti bisa menjadi orang yang sukses berguna dan bisa bermanfaat bagi orang lain ” jawabku.

Dengan tersenyum dia menjawab “ Iya kak, makasih ”.
Tampak sang cakrawala sudah mulai meredup dan anginpun sudah tidak lagi menampakkan batang hidungnya, akupun berpamitan untuk meninggalkannya.

Ini merupakan pelajaran yang sangat berarti bagiku akupun terus berjalan menjauhinya tanpa terasa air mataku terus menetes, tiba-tiba dari kejauhan dia bersorak “ Kak sering-sering mampir kesini lagi ya, biar aku bisa cerita-cerita lagi sama kakak “

(Entah  kenapa hatiku langsung tersentuh seakan ada ikatan batin antara aku dan sang anak tersebut) “ kulihatnya dengan tersenyum, akupun mengangguk ” (tidak tau kenapa bibirku begitu berat untuk mengeluarkan sepatah kata hanya untuk menjawab” iya” padanya)

Sesudahnya akupun melangkah pergi tapi sang anak tersebut masih tidak beranjak dari tempatnya mencari rezeki, jiwanya yang suci mencerminkan akan kebersihan hati dan ketulusannya dalam menjalani hidup, semangatnya yang tak pernah padam meski dunia mengujinya dengan berbagai cobaan, fisikmu boleh terlihat sederhana tapi hatimu begitu mulia.

                                                                                 ***

Sampai jumpa lagi sang malaikat kecil …… !!!!!!!!!!!

Bersambung

By : Ainur R.
Copyright © Ainur R. 2018 Berbagi Ilmu